Tapi, sehari sebelumnya, harga minyak sempat bertengger di posisi US$ 86,62 per barel. Ini merupakan level tertingginya dalam 17 bulan terakhir. Analis memperkirakan, ada beberapa faktor yang bisa meredam penguatan harga minyak. Pertama, secara teknikal, harga minyak sudah dalam posisi jenuh beli (overbought). "Sehingga bisa memicu aksi profit taking," ujar analis Indosukses Futures, Herry Setyawan, kemarin.
Kedua, sentimen dari Eropa tentang penyelesaian defisit anggaran Yunani. Menurut Herry, Yunani enggan menerima bantuan dari sesama negara anggota Uni Eropa dan lebih memilih sokongan Dana Moneter Internasional (IMF). "Ini tanda ekonomi Eropa belum pulih benar," katanya.
Ibrahim, analis Asia Kapitalindo Futures, menimpali, pergerakan harga minyak mentah saat ini masih didominasi permintaan di pasar derivatif, bukan permintaan riil di lapangan. Jadi, fundamental ekonomi dunia masih labil.
Persediaan minyak mentah di Amerika Serikat juga diprediksi akan berlimpah. Survei Bloomberg menunjukkan, persediaan minyak di AS pada Jumat (2/4) lalu, berpotensi naik 1 juta barel menjadi 355,2 juta barel.
Meski begitu, para analis yakin permintaan minyak masih akan tumbuh sampai akhir 2010. "Kenaikan harga minyak belakangan ini mencerminkan adanya harapan terhadap meningkatnya permintaan," kata Toby Hassall, analis CWA Global Markets Pty di Sydney, seperti dikutip Bloomberg.
Ibrahim memprediksi, pada kuartal kedua tahun ini harga minyak mentah bisa US$ 87 per barel. Adapun Herry menebak, harganya bisa US$ 90 di akhir semester satu ini.
from : kontan.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar